Kerajaan Otak Kecilku



Geram ketika ada yang mengomentari bahwa diriku berubah. Jengkel ketika mereka berkata aku menjadi tidak seperti dulu lagi. Heran ketika mereka tidak bisa menjelaskan perbedaan diriku yang sekarang dengan yang dulu.

Aku memang tipe orang yang pemikir. Apa saja yang dikatakan orang, secara spontan akan lewat masuk dan bersarang di otak kecilku. Dan pikiran itu senantiasa menggangguku ketika tiba-tiba muncul disaat yang tak menentu. Bukan kehendakku ketika aku menjadi seorang yang pemikir. Selalu memperhatikan dan mengambil pusing dengan pendapat orang lain tentangku. Mengenai pendapat orang lain ketika aku mengambil keputusan A, mengambil langkah A, melakukan kegiatan A, bahkan parahnya aku memikirkan pikiran orang lain tentang pakaian yang kupakai. Actually, ini sangat menggangguku. Sering sekali hal ini membuatku gelisah. Jika dikonversi dalam skala persen, kegelisahanku 80% adalah karena memikirkan pendapat orang lain tentangku.

Masalahnya bukan pada oranglain, tapi pada diriku. Mereka berhak berpendapat sesuai kehendak mereka, sesuai apa yang mereka lihat. Namun perduli atau tidak itu adalah keputusanku. Terus terang, perasaan merasa dinilai membuatku terganggu. Membuatku tidak bisa memaksimalkan tugas dan peranku. Potensiku tertahan sekitar 20% akibat perasaan ini. Perasaan memikirkan pendapat oranglain. Takut bahwa mereka akan menilaiku buruk, takut mereka akan meninggalkanku ketika melihat keburukanku, takut ketika peranku akan tergantikan ketika hal yang kulakukan adalah hal yang salah di mata mereka,  takut ketika responku membuat mereka sakit hati dan perlahan menjauh. Memikirkan penilaian orang tentangku sudah menjadi sebuah kebiasaan. Entah kebiasaan sejak kapan, namun saat kusadar bahwa kebiasaanku ini merupakan kebiasaan buruk dan bisa menghambatku, ketika itu aku sudah dewasa.

Gelisah tingkat tinggi dalam diriku adalah saat teman lamaku mengomentari bahwa ada yang berubah dari diriku. Dan hal ini sangat mengganggu pikiranku. Saat itu pikiranku seolah hanya ada prasangka dan penuh pertanyaan tentang “Apa yang berubah dariku? Apakah itu buruk? Seberapa besar perubahanku? Mengapa aku tak merasa ada yang berubah? Ohh come on, tell me slowly.”

Dan pertanyaan yang melayang dalam pikiranku itu tak pernah terjawab ketika ada seorang teman yang menyatakan ada perubahan dalam diriku. Aku selalu menyangkal akan adanya perubahan dalam diriku, semuanya berjalan baik-baik saja, dan aku masih sama seperti yang dulu. That’s it.

Ada cerita ketika aku sedang berjalan begitu saja di depan kerumunan yang sedang menunggu kendaraan umum di sebuah halte. Kuperhatikan sekilas namun tak sengaja ada seseorang yang mengernyitkan dahinya dan memandangku dengan tatapan tak biasa. Bagaikan tatapan seorang ketika melihat musuh yang tidak ia sukai. Refleks, otakku langsung bekerja dengan cepat secepat kecepatan cahaya, atau bahkan lebih cepat lagi. Ada beberapa kalimat pertanyaan yang terangkai dalam otakku dan kubiarkan terpenjara disana selamanya. Tentu saja, kalimat itu tidak kuutarakan karena aku tak mengenal sosok wanita itu. Dengan perasaan gelisah, kucoba menenangkan diri dengan berpositif thinking bahwa mungkin hanya perasaanku saja bahwa ia melihat tajam kearahku. Mungkin sebenarnya ia sedang memperhatikan bus yang belum juga lewat.

Semakin dan terus merasa terganggu, aku mencoba perlahan menghilangkan perasaan ini dengan sedikit demi sedikit bersifat acuh pada hal-hal sekitar. Mencoba membaca buku dengan topic yang sama, hingga mencari video youtube yang berkonten mendukung gerakanku menghilangkan sedikit keperdulianku. Namun semua tak berarti. Semua masih sama.

Satu yang coba kupahami dan kumengerti.

Tentu kebiasaan ini tidak hanya berdampak buruk bagiku, ada pula manfaat yang bisa kuambil. Aku menjadi lebih prepare dalam segala hal. Mempersiapkannya secara matang sebelum benar-benar melangkah masuk dan maju. Dan hal ini pula menjadi kebiasaan baikku.

Setelah mengetahui kebermanfaatan ini, lalu inilah yang kucoba maksimalkan. Harapannya sisi negatif bisa teralihkan oleh sisi positif yang kutanamkan.

Aku yakin sifat pemikir ini tidak hanya dimiliki oleh stau orang, atau dua orang, bahkan mungkin bisa banyak orang disekitar kalian. Mereka sangat tertekan dengan komentar-komentar kalian. Karena meminimalisasinya begitu sulit dari segi pengidap sifat ini, maka yang bisa kalian lakukan sebagai teman yang perduli adalah, stop komentar apapun. Mulai dengan mengurangi intensitas mengomentari bentuk fisik dan pakaian yang dikenakan, terutama jika menjurus pada hal yang menjelekkan. Stop it. Mulai dari diri sendiri, karena kita tidak pernah tahu apakah yang kita komentari itu bersifat pemikir atau acuh.

Love

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Balik Nama Kendaraan di Samsat Jepara

Menonton Serial Upin Ipin

Bukan Rencanaku tapi rencana-Nya⁣ ⁣