Mimpiku Vs Restu Ibu

Menjadi mahasiswa pascasarjana merupakan mimpiku sejak kugarap lembaran skripsi tahun lalu. 

Jepang, turki, selandia baru,  jerman, dan Austria menjadi list negara yang akan kudatangi dengan beasiswa penuh pascasarjana oleh pemerintah. Beasiswa impian mahasiswa pasca mendapat sarjana. Ya, apa lagi kalau bukan LPDP.  Tidak hanya sebatas keinginan, aku sudah mengumpulkan sedikit demi sedikit informasi sejak setahun berjalan. Mulai dari baca blog para awardee (penerima beasiswa LPDP), download vlog seputar awardee dan cara jitu lolos, follow para persatuan para mahasiswa di negara yang hendak ku tuju, membeli buku cetak,  download pedoman online, wawancara secara langsung dengan awardee, dan sebagainya. Bukan hanya keinginan, namun tekad dan usaha telah kulakukan. 

Mimpi seketika luntur saat minta restu ke orangtua. Ya, its a big No, kata mereka. 😩

Sedih, sedih bukan main. Semua persiapan yang kukumpulkan, kulakukan, sia sia. Ingin ku lari dan diam-diam mendaftar saja, seakan tak mau semua yg kulakukan purna begitu saja sebelum masuk bertempur. Meskipun bila ku mendaftar, kemungkinan tidak lolos itu 50:50. Tapi kalah sebelum bertanding itu ibarat kita mau tes praktek memasak eeeh udah dinyatakan masakan ga enak sebelum memasak. 😢😢😣

Nyesek yah..

Namun apa daya, sudah coba kumenjelaskan ke orangtua, namun mereka tetap bersikeras melarang ikut seleksi. Alasannya ga boleh jauh jauh dari rumah. Itu. Iya itu. 

**

Alasan Ingin Kuliah ke Luar Negeri

Ya, tidak mungkin ingin kuliah jauh ke luar negeri tanpa alasan yang jelas. Sekilas kuberpikir hidup cuma sekali, usia muda pun terbatas, semangat belajar pasti tak akan lama kupunyai. Iya, memang alasan klasik. Tambahannya, luar negeri itu bukan sesuatu yang sulit didapat jika berjuang apalagi setelah mendengar cerita-cerita para awardee yang awalnya bukan siapa-siapa, seolah semangatku bertambah, keyakinanku naik 100%. Dengan kemampuanku, latar belakang pendidikan serta pengalaman sebagai mahasiswa waktu itu aku merasa yakin bisa bersaing dengan pelamar beasiswa lain. Percaya diri semakin tinggi ketika bertemu dengan teman yang sepemikiran, teman seperjuangan sejak SMA yang memiliki impian sama. Kita berdua sempat memutuskan akan melamar beasiswa di negara yang sama dan universitas yang sama, meskipun jurusan yang berbeda. 

Pada saat itu memang polemik pilihan jurusan menjadi kebingungan utama bagi kami. Background jurusan dengan ilmu pasti alias science membuat kami berpikir berkali-kali untuk melanjutkan ke jurusan yang linier. Sebab, kuliah kami di sarjana bisa dibilang tidak maksimal. Dalam arti kurang menguasai semua materi sarjana. Disisi lain kuliah pascasarjana di luar negeri bukan hanya materi yang harus dipahami, tapi juga penyampaian yang menggunakan bahasa asing akan menjadi tambahan tantangan tersendiri. Kami sadar bahwa kami harus berjuang dua kali lipat dari kemampuan kami. 

Alasan utamaku memang memanfaatkan masa muda, mencari pengalaman di negeri orang yang nantinya kugunakan dalam kehidupan selanjutnya alias berkeluarga. Kondisi hidup disana akan membentuk pribadi yang berbeda, itu yang kuinginkan. 

**

Skripsi usai, wisuda pun kujalani dengan masih perasaan ragu mengenai langkah selanjutnya. Waktu itu wisuda bulan Oktober dan pendaftaran beasiswa sekitar April tahun selanjutnya. Masih ada banyak waktu untuk melengkapi berkas-berkas persyaratan. Masih semangat juang tinggi, usai wisuda yang umumnya fokus di daerah masing-masing, aku justru masih bolak-balik ke universitas. Bukan sekedar main, namun ini salah satu strategi agar tidak hilang kontak dengan dosen yang mendukung dalam beasiswa ini. Juga agar masih bisa kontak dengan teman yang juga punya rencana sama. 

**

Suatu hari di rumah sewaktu kumpul bersama keluarga, ku mencoba minta restu orangtua mendaftar beasiswa ke luar negeri. Mencoba peruntungan kedua, siapa tahu setelah lulus mendapat respon berbeda dan jauh lebih baik. Ternyata aku salah. Jawaban orangtua masih sama. Sedih memang. Tapi saat mereka mengutarakan alasan kenapa tidak mengijinkanku pergi, itu membuatku sadar dan mengikuti kata mereka. 

**

Alasan tidak diijinkan orangtua

Orangtua, terutama Ibu masih tetap say NO untuk ijinku. Ibu mengatakan bahwa alasannya adalah karena beliau ingin melihat anaknya, anak yang dibesarkan, anak yang disekolahkan sampai sarjana, berangkat dan pulang dari bekerja. Ibu mengutarakan beliau ingin melihatku berangkat kerja di pagi hari, dan mendengar keluh kesahku saat pulang dari kerja. Sudah empat tahun lamanya terpisah dari Ibu, menimba ilmu di kota lain, beliau merasa kehilangan, dan tak mau itu terjadi lagi. Alasan yang sederhana dari orangtua. Tapi cukup membuatku tersadar seketika. Ibu benar, buat apa aku mengejar ilmu dunia tapi meninggalkan orangtua di rumah. 

Memang tak ada habisnya jika kita mengejar dunia, karena dalam dunia selalu ada yang lebih tinggi untuk dicapai. 
Cukup kejar restu orangtua

 Thats it. 

 ‎**

Usai wisuda, satu bulan, dua bulan, tiga bulan, sampai 6 bulan, aku masih saja belum mendapat panggilan bekerja. Sedih, tak tega ketika orangtua ditanya tetangga seputar pekerjaanku sekarang. Kondisi ini membuatku seolah teringat rencanaku kuliah luar negeri. Sempat berpikir bahwa aku menyesal tidak ikut mendaftar, nyatanya sekarang aku masih belum mendapat pekerjaan. Masih gini-gini saja di rumah.

Orangtua ku dengan yakin selalu mendukungku, menyarankan agar aku tetap tenang dan jangan gegabah. 

Karena background ku adalah sarjana pendidikan, jadi aku melamar ke beberapa sekolah sekitar tempat tinggalku. Beberapa bulan tak ada kabar, aku berencana kerja selain bidang pendidikan, tapi orangtua menolak. Tak cukup sampai disitu, aku pun berencana akan tetap dijalur pendidikan tapi kembali berkelana ke kota orang, namun rencana ini juga belum dapat restu. 

Berontak hatiku, lalu apa yang harus kulakukan Bu? Apa iya menunggu dan menunggu? Tapi sampai kapan? 

Yah, orangtua adalah orangtua. Mereka punya rasa dan insting tersendiri seputar anak. Tak lama, aku mendapat panggilan dari salah satu sekolah. Alhamdulillah benar memang. Restu orangtua adalah segalanya. Meskipun kemungkinan hanya 1%, itulah kekuatan doa orangtua. 

Pesan untuk pembaca,

Jika kamu punya perbedaan pendapat mengenai mimpi dan cita-citamu, turunkan keinginanmu lalu ikuti dan taati orangtuamu selagi itu baik. 
Orangtua adalah sumber dari segala kesuksesanmu. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Balik Nama Kendaraan di Samsat Jepara

Menonton Serial Upin Ipin

Bukan Rencanaku tapi rencana-Nya⁣ ⁣