PR Menurut Berbagai Posisi

Judulnya membingungkan ga ya? Semoga tidak 😁

Jadi maksud dari judul di atas adalah seiring bertambahnya usia, bertambah pula tingkatan berpikir seseorang, seperti membuka pikiran buntu yang telah lalu. 


Anak sekolahan, secara umum  tidak suka diberi tugas, tidak suka diberi PR, tidak suka masuk cepat pulang telat.

Benci banget dulu kalau diberi PR banyak, dengan deadline sehari, duuhhh pusyingg. 

Guru yang ngasih banyak tugas lebih tidk disukai daripada guru yang jarang memberi tugas. 

Guru yang sering telat masuk atau sering tidak berangkat juga sama. 

Guru yang melakukan pembelajaran dominan diskusi juga lebih tidak disukai dibanding guru yang sering ceramah. 

*ini pemikiran ku yang dulu 😆

Nah selanjutnya aku berkesempatan menjadi guru les. Alias tentor les privat. Dulu waktu jadi siswa aku sering protes sama guru yang ngajarnya ngawur, yang sering ngasih tugas tanpa ada penjelasan, sampai lebih sering ngobrol dikelas daripada ngejar materi. Saat itu padahal kurikulum menyajikan materi pelajaran yang padat merayap. 

Nah, sebagai tentor les, justru aku bersyukur dengan adanya sifat guru yang seperti itu. Itu menjadi ladang rejeki tersendiri. Dengan banyaknya tugas tanpa penjelasan, siswa tentu akan mencari tambahan materi diluar jak sekolah. Yaps, mereka bakal mencari les. Mencari tentor yang bisa mengajari mereka tugas-tugas dan materi yang kurang dipahami.

Next, sebagai guru disekolah. Sebagai guru, menurutku adanya tugas sekolah alias PR adalah hal yang dapat menambah pengetahuan dan ilmu siswa. Tujuan PR adalah baik, supaya mereka belajar sebelum memasuki kelas esok hari. Hal ini berangkat dari fakta bahwa anak belajar hanya saat diberi PR. Maka guru membuat kebijakan untuk memberi PR siswa. Bukan karna materi yang tidak tersampaikan disekolah. Namun agar siawa terbiasa menyiapkan hal dengan matang sebelum melakukannya. Melatih siswa bertanggungjawab atas PR nya. Bertanggungjawab atas gurunya. Melatih siswa membagi waktu antara tugas mapel satu dengan yang lainnya. 

Ini menjadi problema ketika pemerintah melarang adanya PR. Bukan melanggar, tapi siswa model sekarang harus dipaksa belajar agar dia belajar. Dipaksa dengan apa? Diberi PR. Guru hanya perlu memberi penjelasan pada siswa tentang tujuan diberikannya PR. Agar siswa paham dan menjalankannya dengan baik dan penuh tanggungjawab. 

Selanjutnya sebagai orangtua siswa. Jujur aku belum punya anak, tp mencoba memposisikan diri sebagai orangtua siswa. Sebagai orangtua, aku justru sangat mendukung dengan diberikannya PR. Karena PR dapat menjadi media kedekatan anak dengan orangtua dan anggota keluarga lain. Dengan catatan anak jangan dibiarkan les diluar. Beri waktu anak untuk belajar dengan orangtua dan keluarga. Ini sangat mendukung keeratan keluarga.. 

Jadi, apa posisimu sekarang? Dan apa pendapatmu seputar PR? 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Balik Nama Kendaraan di Samsat Jepara

Menonton Serial Upin Ipin

Bukan Rencanaku tapi rencana-Nya⁣ ⁣